Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas "Sosiologi Politik " yang di ampu oleh Bpk. Ana Maulana, Drs., M.Pd.

Jurusan PPKN Kelas 3B STKIP- Garut


Rabu, 16 Maret 2011

WATAK POLITIK ATAU TEMPRAMENTAL POLITIK

PERTEMUAN KE : 4
WATAK POLITIK

E. WATAK POLITIK (TIPE KEPRIBADIAN)YANG BERLANDASKAN PADA GEJALA-GEJALA PSIKOLOGIS (ERICH FROMM)
1. TIPE SATU AUTOMATOM
Seseorang yang kehilangan rasa indivualitasnya disebabkan oleh proses penyesuaian terhadap nilai-nilai umum
2. AGITATOR POLITIK
Seseorang yang mahir dikontrak pribadi dan terampil dalam usaha membangkitkan emosi-emosi politik
3.ADMINISTRATOR POLITIK
Terampil mahir dalam memanipilasikanorganisasi-organisasi dan situasi-situasi
4. TEORITIS POLITIK
Terampil dan mahir dalam memanipulasi ide-ide
5.BIROKRAT
Yang terlalu menekannkan peraturan-peraturan formal dan organisasi dan merealisasikannya terhadap situasi menurut kebiasaan tertentu


F.KEPRIBADIAN DEMOKRATIS
1. MENURUT INKELES
a. menerima orang lain
b. terbuka terhadap pengalaman dan ide-ide baru
c. bertanggung Jawab namun bersikap waspada terhadap kekuasaan
d. toleransi terhadap perbedaan-perbedaan
e. emosi-emosinya terkontrol
2.MENURUT LASWELL
a. sikap yang hangat terhadap orang lain
b. menerima nilai-nilai bersama orang lain
c. memiliki sederetan luas mengenai nilai-nilai
d. menaruh kepercayaan terhadap lingkungannya
e. memiliki kebebasan yang relative sifatnya terhadap kecemasan
PENDEKATAN TERHADAP DUA DIMENSI TERHADAP MASALAH KEPRIBADIAN POLITIK DENGAN MENGGUNAKAN SKALA SIKAP (H.J.EYSENCK)
1. Sindrom Konservatisme radikalisme (R-FAKTOR)
Menjelaskan diri sendiri hany terdiri atas perkiraan mengenai tingkatan terhadap mana individu-individu menganut pandangan-pandangan radikal atau konservatif
2. Sindrom Kecenderungan Kasar kecenderungan lembut (T-faktor)
Kecenderungan lembut
- rasionalistis (berpegang pada prinsif)
- intelektualistis
- idealistis
- optimistis
- religius
- bersadarkan kemauan bebas
- monistis
- dogmatis
kecenderungan kasar
- empiristis (berpegang pada fakta)
- sensasionalitas
- materialistis
- pesimistis
- irreligious
- fatalistis
- pluralistis
- skeptis
EASTON DAN DENNIS MENGUTAKAN 4 TAHAP DALAM SOSIALISASI POLITIK DIRI ANAK-ANAK
1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu (orang tua, pres dan polisi)
2. perkembangan perbedaan antara otoritas internal dan eksternal yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah
3. pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal seperti kongres MA dan pemilu
4. perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasiakan dengan institusi

ROBERT LANE yang mensugestikan tiga kepercayaan politikyang dapat diletakan melalui keluarga
1. dengan indroktinasi terbuka (overt)dan indoktrinasi tertutup (covert)
2. dengan menempatkan anak pada konteks social khusus
3. dengan jalan membentuk kepribadian anak

Variabel kunci lain dalam sosialisasi politik adalah kepribadian individu, bermacam – macam tipe dari temperamen politik atau kepribadian Bluntschili, misalnya:
menghubungkan teori – teori Hippocrates dari temperamen dengan bermacam – macam tipe yang sangat luas dari pilsafat politik: kaum reaksioner adalah melankolis, orang – orang yang konservatif bersifat flegmatis, orang – orang yang prgresif bersifat sanguinis, dan kaum radikalisbersifat kholeris, dengan cara yang sama, macaulay berkata mengenai dua klas: kaum konservatif dan kaum liberal


Banyak pengamt modern telah mencari tipe – tipe kepribadian yang berlandaskan pada gejala – gejala psikologis.J.P Guilford mendefinisikan kepribadian sebagai “pola unik dari sifat – sifa seseorang” Banyak tipe – tipe kepribadian politik telah dikemukakan , akan tetapi kurang persetujuan mengenai jajaran dari tipe – tipe tersebut..Beberapa penulis memperhatikan sekali satu tipe khusus , sedang yang lainnya lagi menonjolkan tipologi umum (Erich Fromm ) misalnya melukiskan satu tipe sebagai satu automaton yaitu seseorang yang kehilangan rasa individualitasnya disebabkan oleh penyesuaian terhadap nilai – nilai umum



Harold Lasswell mensugestikan satu jajaran tipe yaitu:
1) Agitaor politik yaitu seseorang yang mahir dibidang kontak pribadi dan trampil dalam usaha membangkitkan emosi – emosi politik
2) Administrator politik yang trampil mahir dalam memanipulasikan organisasi – organisasi dan situasi – situasi
3) Teoritis yang terampil mahir dalam memanipulasikan ide – ide
4) Birokrat yang terlalu menekan peraturan – peraturan normal dan organisasi, dan merealisasikannya terhadap situasi menurut kebiasaan tertentu.
Sama halnya , Daviid Riesman memikirkan tiga pengelompokan seperti halnya:
a) Pribadi yang diarahkan pada tradisi (tradition directed) yang tiada memiliki suatu konsepsi mengenai politik , dan selalu mereaksi terhadap lingkungan parochial yang terbatas
b) Pribadi yang terarah kedalam (inner directed ) dengan orientasi – orientasi yang berasal dari masa kanak – kanak, dan tidak terpengaruh dari kontemporer
c) Pridadi yang terara pada orang lain (Other directed ) yang selalu berorientasi terhadap pengaruh – pengaruh kontemporer.




Ada beberapa usaha untuk melukiskan “ Kepribadian Demokratis “akan tetapi kebanyakan dari usaha trsebut lebih bersifat teoritis daripada berdasarkan riset. Inkeles dan Lasswel, misalnya mengemukakan sifat – sifat yang sama, namun sedikit berbeda:



Inkeles
1. Menerima orang lain.
2. Terbuka terhadap pengalaman dan ide – ide baru.
3. Bertanggung jawab namun bersikap waspada terhadap kekuasaan.
4. Toleransi terhadap perbedaan – perbedaan.
5. Emosi – emosinya terkontrol.

Lasswell
1. Sikap yang hangat terhadap orang lain.
2. Menerima nilai – nilai bersama orang – orang lain.
3. Memiliki sederetan luas mengenai nilai – nilai.
4. Menaruh kepercayaan terhadap lingkungan.
5. Memiliki kebebasan yang relative sifatnya terhadap kecemasan.

H.J. Eysenck mengadakan pndekatan dua dimensi terhadap masalah kepribadian politik, dengan menggunakan dua skala sikap.
1) Sindrom konservatisme – radikalisme (R- factor
2) Sindrom kecenderungan kasar, kecenderungan lembut (T- Faktor ).R- Faktor itu sebenarnya menjelaskan diri sendiri, hanya terdiri atas perkiraan mengenai tingkatan terhadap mana individu menganut pandangan – pandangan radikal atau konservatif. Sedang T – factor mencakup pasangan sifat – sifat sebagai berikut:


Kecenderungan lembut

a) Rasionalistis ( berpegan pada prinsip)
b) Intelektualistis
c) Idealistis
d) Optimistis
e) Religius
f) Berdasarkan kemauan bebas.
g) Monistis.
h) Dogmatis.

Kecenderungan kasar
a. Empiristis ( berpegang pada fakta)
b. Sensasionalistis
c. Matearistis
d. Pesimistis
e. Irreligius
f. Fatatistis
g. Prulalistis
h. Skeptis

Selasa, 15 Maret 2011

TEMPRAMEN POLITIK

PERTEMUAN KE: 4



Variabel kunci lain dalam sosialisasi politik adalah kepribadian individu, bermacam – macam tipe dari temperamen politik atau kepribadian Bluntschili, misalnya:
menghubungkan teori – teori Hippocrates dari temperamen dengan bermacam – macam tipe yang sangat luas dari pilsafat politik: kaum reaksioner adalah melankolis, orang – orang yang konservatif bersifat flegmatis, orang – orang yang prgresif bersifat sanguinis, dan kaum radikalisbersifat kholeris, dengan cara yang sama, macaulay berkata mengenai dua klas: kaum konservatif dan kaum liberal


Banyak pengamt modern telah mencari tipe – tipe kepribadian yang berlandaskan pada gejala – gejala psikologis.J.P Guilford mendefinisikan kepribadian sebagai “pola unik dari sifat – sifa seseorang” Banyak tipe – tipe kepribadian politik telah dikemukakan , akan tetapi kurang persetujuan mengenai jajaran dari tipe – tipe tersebut..Beberapa penulis memperhatikan sekali satu tipe khusus , sedang yang lainnya lagi menonjolkan tipologi umum (Erich Fromm ) misalnya melukiskan satu tipe sebagai satu automaton yaitu seseorang yang kehilangan rasa individualitasnya disebabkan oleh penyesuaian terhadap nilai – nilai umum



Harold Lasswell mensugestikan satu jajaran tipe yaitu:
1) Agitaor politik yaitu seseorang yang mahir dibidang kontak pribadi dan trampil dalam usaha membangkitkan emosi – emosi politik
2) Administrator politik yang trampil mahir dalam memanipulasikan organisasi – organisasi dan situasi – situasi
3) Teoritis yang terampil mahir dalam memanipulasikan ide – ide
4) Birokrat yang terlalu menekan peraturan – peraturan normal dan organisasi, dan merealisasikannya terhadap situasi menurut kebiasaan tertentu.
Sama halnya , Daviid Riesman memikirkan tiga pengelompokan seperti halnya:
a) Pribadi yang diarahkan pada tradisi (tradition directed) yang tiada memiliki suatu konsepsi mengenai politik , dan selalu mereaksi terhadap lingkungan parochial yang terbatas
b) Pribadi yang terarah kedalam (inner directed ) dengan orientasi – orientasi yang berasal dari masa kanak – kanak, dan tidak terpengaruh dari kontemporer
c) Pridadi yang terara pada orang lain (Other directed ) yang selalu berorientasi terhadap pengaruh – pengaruh kontemporer.




Ada beberapa usaha untuk melukiskan “ Kepribadian Demokratis “akan tetapi kebanyakan dari usaha trsebut lebih bersifat teoritis daripada berdasarkan riset. Inkeles dan Lasswel, misalnya mengemukakan sifat – sifat yang sama, namun sedikit berbeda:



Inkeles
1. Menerima orang lain.
2. Terbuka terhadap pengalaman dan ide – ide baru.
3. Bertanggung jawab namun bersikap waspada terhadap kekuasaan.
4. Toleransi terhadap perbedaan – perbedaan.
5. Emosi – emosinya terkontrol.

Lasswell
1. Sikap yang hangat terhadap orang lain.
2. Menerima nilai – nilai bersama orang – orang lain.
3. Memiliki sederetan luas mengenai nilai – nilai.
4. Menaruh kepercayaan terhadap lingkungan.
5. Memiliki kebebasan yang relative sifatnya terhadap kecemasan.

H.J. Eysenck mengadakan pndekatan dua dimensi terhadap masalah kepribadian politik, dengan menggunakan dua skala sikap.
1) Sindrom konservatisme – radikalisme (R- factor
2) Sindrom kecenderungan kasar, kecenderungan lembut (T- Faktor ).R- Faktor itu sebenarnya menjelaskan diri sendiri, hanya terdiri atas perkiraan mengenai tingkatan terhadap mana individu menganut pandangan – pandangan radikal atau konservatif. Sedang T – factor mencakup pasangan sifat – sifat sebagai berikut:


Kecenderungan lembut

a) Rasionalistis ( berpegan pada prinsip)
b) Intelektualistis
c) Idealistis
d) Optimistis
e) Religius
f) Berdasarkan kemauan bebas.
g) Monistis.
h) Dogmatis.

Kecenderungan kasar
a. Empiristis ( berpegang pada fakta)
b. Sensasionalistis
c. Matearistis
d. Pesimistis
e. Irreligius
f. Fatatistis
g. Prulalistis
h. Skeptis

Minggu, 06 Maret 2011

Sosiologi Politik

Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, teman. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya.
Sosiologi mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara dan berbagai organisasi politik, ekonomi, dan sosial.
Berikut ini adalah pengertian sosiologi menurut beberapa ahli (http://id.wikipedia.org/wiki /Sosiologi):
• Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
• Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
• Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Menurut pengertian dari berbagai tokoh, dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola hubungan masyarakat serta timbal balik antara gejala-gejala sosial dengan gejala nonsosial.
B. Politik
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya negara. Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Selain itu, politik juga dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, antara lain:
• Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara.
• Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
• Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan politik.
C. Sosiologi Politik
Sosiologi politik mempunyai beberapa pengertian yang dilihat dari sudut berbeda beberapa ahli. Berikut ini adalah beberapa pengertian sosiologi politik:
Sosiologi politik adalah cabang ilmu sosiologi yang memperhatikan sebab dan akibat sosial dari distribusi kekuatan di dalam masyarakat, dan dengan konflik-konflik sosial dan politik yang berakibat pada perubahan terhadap alokasi kekuatan tersebut. Fokus utama dari sosiologi politik adalah deskripsi, analisis, dan penjelasan tentang suatu negara, suatu lembaga yang mengklaim monopoli terhadap legitimasi pengunaan kekuatan terhadap suatu wilayah di masyarakat. Sementara ilmu politik terutama berurusan dengan mesin pemerintahan, mekanisme administrasi publik, dan bidang politik formal pada pemilihan umum, opini publik, dan perilaku politik. Analisis sosiologi terhadap gejala politik lebih menitikberatkan pada hubungan antara politik, struktur sosial, ideology, dan budaya (Gordon Marshall, 1998).
Sosiologi politik adalah upaya untuk memahami dan campur tangan ke dalam hubungan yang selalu berubah antara sosial dan politik. Intinya, ketidakmungkinan dalam sosiologi politik membuat sosiologi politik itu penting.
Keberaadaan suatu kata tidak mengindikasikan keberadaan suatu konsep. Demikian juga, ketiadaan suatu kata tidak mengindikasikan ketiadaan suatu konsep. Karenanya kata “social” mungkin ada tanpa konsep dan sebaliknya. Ini diterapkan ke semua hubungan konsep kata bahwa seseorang yang melakukan sosiologi politik akan menggunakan kata ras, gender, kelas, bangsa, orang, kekuasaan, negara, tekanan, kekerasan, kekuatan, hukum, dan lain-lain.
Hubungan ketergantungan antara kata dan konsep memunculkan masalah definisi. “hanya yang tidak memiliki sejarah yang dapat diuraikan.” Karenanya konsep inti dari sosiologi politik tidak dapat diuraikan (http://www.theoria.ca/theoria mengutip Genealogy of Morality, II, 13)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian tersebut pada dasarnya membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah. Di dalam suatu kelompok manusia terdapat orang yang memerintah dan orang yang mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan orang-orang yang menaati keputusan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu ini adalah gabungan antara ilmu sosial dan politik yang berfokus pada hubungan antara masyarakat dan pemerintah, dimana pemerintah lebih berperan untuk mengatur masyarakat melalui lembaga kepemerintahannya.

Sosiologi politik merupakan mata rantai antara politik dan masyarakat, antara sturktur-struktur sosial dengan struktur-struktur politik, dan antara tingkah laku sosial dan tingkah laku politik. Dengan demikian kita melihat bahwa sosiologi politik merupakan jembatan teoritis dan metodologis antara sosiologi dengan ilmu politik, atau sering pula disebut sebagai “hybrid inter-disipliner”.Dalam pembahasan sosiologi politik, skema konsepsi kita dilandaskan pada 4 (empat) konsepsi dasar, yaitu :Sosialisasi Politik, Partisipasi Politik, Perekrutan Politik, dan Komunikasi Politik. Semua konsepsi itu sifatnya interdependen, satu sama lain saling mempunyai ketergantungan dan saling berkaitan.
1. Sosialisasi Politik adalah proses dimana seorang individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik mencakup pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungan politik, dan lingkungan sosial dari individu yang bersangkutan; juga mempelajari sikap-sikap politik serta penilaian-penilapolitik. Oleh sebab itu sosialisasi politik merupakan mata rantai paling penting diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.

2. Partisipasi Politikadalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Aktivitas politik itu bisa bergerak dari ketidakterlibatan sampai dengan aktivitas jabatannya. Oleh sebab itu partisipasi politik berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Perlu pula ditekankan bahwa partisipasi politik bisa menumbuhkan motivasi untuk meningkatkan partisipasinya, termasuk diiannya terhadapdalamnya tingkatan paling atas dari partisipasi
i. Dalam bentuk pengadaan berbagai macam jabatan
ii. dan tercakup di dalamnya proses perekrutan politik.

3. Perekrutan Politik adalah proses dimana individu-individu mendaftarkan diri untukmenduduki suatu jabatan. Perekrutan ini merupakan suatu proses dua arah dan sifatnya bisa formal maupun tidak formal. Merupakan proses dua arah karena individu-individunya mungkin mampu mendapatkan kesempatan, atau mungkin didekati oleh orang laindan kemudian bisa menjabat posisi tertentu. Dengan cara yang sama, perekrutan bisa disebut formal jika para individu direkrut dengan terbuka melalui cara institusional berupa seleksi ataupun pemilihan. Disebut informal jika para individunya direkrut secara prive(sendirian) tanpa melalui atau sedikit sekali melalui carainstitusional.

4. Komunikasi Politik
adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya., dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut merupakan proses yang kontinyu, melibatkan pula pertukaran informasi diantara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat. Disamping itu tidak hanya mencakup pandangan-pandangan serta harapan-harapan para anggota masyarakat, tetapi juga merupakan sarana dimana pandangan-pandangan, usul-usul dan anjuran-anjuran pejabat yang berkuasa diteruskan kepada anggota masyarakat dan selanjutnya juga melibatkan reaksi anggota masyarakat terhadap pandangan-pandangan, janji-janji dan saran-saran dari para penguasa. Maka dengan demikian komunikasi politik memainkan peranan yang sangat penting di dalam sistem politik; komunikasi politik juga menentukan komponen dinamis dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik dan perekrutan politik.

Partisipasi Politik

Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 - 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy.
Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masihng-masing". Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan.
Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:
• Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik
• Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa memengaruhinya.
• Rezim partisipatif - warga bisa memengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya.
• Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik.
Kesimpulan menurut pendapat saya antara lain adalah:
 Sosialisasi politik merupakan mata rantai paling penting antara sistem – ssstem sosial dan sistem – sistem politik
 Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam – macam tingkatan didalam sistem politik
 Pengrekrutan politik merupakan proses dua arah dan sifatnya biasa formal maupun tidak formal
Proses dua arah karena individu – individu mungkin maupun mendapatkan kesempatan maupun tidak mendapatkan kesempatan
 Komunikasi politik memainkan peran penting dalam sistem politik.

SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK

Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun juga baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya. Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat. Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh interaksi pengalaman -pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik, merupakan proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi diantara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah aku politiknya. Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap -sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui mana individu menerima rangsangan-rangsangan politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.
Jadi, sosialisasi politik adalah proses dengan mana individu-individudapatmemperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politikmasyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistempolitiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi. Akan tetapi, apakah akan menuju kepada stagnasi atau perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak ada legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan
yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tak mungkin yang dihasilkan stagnasi

Alfian
Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. Dari pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni:

1) sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses
yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
2) Kedua : sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa
pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi
informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik
secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga,
sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa,
atau kontak politik langsung.

Dari sekian banyak definisi ini nampak mempunyai banyak kesamaan
dalam mengetengahkan beberapa segi penting sosialisasi politik, sebagai berikut.
a. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar
dari pengalaman/ pola-pola aksi.

b. memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan
kelompok dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi,
berkenaan pengetahuan atau informasi, motif-motif (nilai-nilai) dan
sikap-sikap.

c. sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun
periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.

d. bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.Dari sekian banyak pendapat di atas, menurut Michael Rush & Phillip Althoff, ada dua masalah yang berasosiasi dengan definisi-definisi tersebut di atas.

Pertama : seluas manakah sosialisasi itu merupakan proses pelestarian yang sistematis? Hal ini penting sekali untuk menguji hubungan antara sosialisasi dan perubahan sosial; atau istilah kaum fungsionalis, sebagai pemeliharaan sistem. Dalam kenyataan tidak ada alasan sama sekali untuk menyatakan mengapa suatu teori mengenai sosialisasi politik itu tidak mampu memperhitungkan: ada atau tidaknya perubahan sistematik danperubahan sosial; menyediakan satu teori yang memungkin pencantuman dua variabel penting, dan tidak membatasi diri dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, dengan siapa yang diajar, siapa yang mengajar dan hasil-hasil apa yang diperoleh. Dua variabel penting adalah pengalaman dan kepribadian dan kemudian akan dibuktikan bahwa kedua-duanya, pengalaman dan kepribadian individu, lebih-lebih lagi pengalaman dankepribadian kelompok-kelompok individu- adalah fundamental bagi proses sosialisasi dan bagi proses perubahan.

Kedua : adalah berkaitan dengan keluasan, yang mencakup tingkah laku, baik yang terbuka maupun yang tertutup, yang diakses yang dipelajari dan juga bahwa berupa instruksi. Instruksi merupakan bagian penting dari sosialisasi, tidak perlu disangsikan, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anaknya beberapa cara tingkah laku sosial tertentu; sistem-sistem pendidikan kemasyarakatan, dapat memasukkan sejumlah ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan; negara bisa secara berhati-hati menyebarkan ideologi-ideologi resminya. Akan tetapi tidak bisa terlalu ditekankan, bahwa satu bagian besar bahkan sebagian terbesar sosialisasi, merupakan hasil eksperimen; karena semua itu berlangsung secara tidak sadar, tertutup, tidak bisa diakui dan tidak bisa dkenali.Istilah-istilah seperti “menanamkan” dan sampai batas kecil tertentu “ menuntun pada perkembangan” kedua-duanya cenderung mengaburkan segi penting dari sosialisasi. Maka Michael Oakeshott menyatakan; “ Pendidikanpolitik dimulai dari keminkamtaan meminati tradisi dalam bentuk pengamatan dan peniruan terhadap tingkah laku orang tua kita, dan sedikit sekali atau bahkan tidak ada satupun di dunia ini yang tampak di depan mat akita tanpa memberikan kontribusi terhadapnya. Kita menyadari akan masa lampau dan masa yang akan datang, secepat kesadaran kita terhadap masa sekarang.”Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu sebagian bersifat terbuka, sistematik dan disengaja, namun secar atotal adalah tidak realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap pengalaman harus diakui oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang menyangkut pengalaman tersebut.
Kiranya kita dapat memahami bahwa sosialisasi politik adalah proses, dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, ekalipun hal ini mungkin terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi; akan tetapi apakah hal ini menuju pada stagnasi atau pada perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak adanya legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin saja terjadi, akan tetapi apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tidak mungkin terjadi stagnasi.

Proses Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti " keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokohkekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut:

a.Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua
anak, presiden dan polisi.

b.Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal,
yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.

c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara
(pemilu).
d.Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka
yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :

a.Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan
kekeluargaan dan tradisi pada umumnya

b. Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran
material mobilitas sosial.

c.Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.

d.Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.

e.Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.

f. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan roses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :

a. Keluarga
berkembang.keluarga merupakan dasar pembantu utama struktur social yang lebih luas, dengan pengertian bahwa lembaga lainya tergantung pada eksistensinya. Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam
uatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Fungsi keluarga antara lain:
1. Pengaturan seksual
2. Reproduksi
3. Sosialisasi
4. Pemeliharaan
5. Penempatan anak di dalam masyarakat
6. Pemuas kebutuhan perseorangan
7. Kontrol sosial

b. Teman Pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah
pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam
membentuk kepribadian seorang individu.

c. Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Sehingga sekolahdirasa sebagai tempat yang cukup efektif dalam mendidik seorang anak untuk memupuk rasa tanggung jawab untuk kewajiban dan haknya.

d. Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.

e. Pemerintah
Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.

f. Partai Politik
Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.

g. Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.Selain itu, sosialisasi politik juga ditentukan oleh faktor interaksi pengalaman-pengalaman seseorang dalam keluarga, tempat tinggal, pendidikan dan pergaulannya. Karena hal ini yang sangat berperan membentuk karakter anak untuk dewasa nantinya.Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan. Menurut Robert Le Vine yang telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa.



Metode Sosialisasi Politik yang dikemukakan oleh

Rush dan Althof

a. Imitasi
Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.

b. Instruksi
Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya.

c. Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya. Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai
bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembentukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik.
Teori-Teori Perubahan Sosial
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Adapun teori-teori yang menjelaskan mengenai perubahan sosial adalah sebagai berikut.
Interaksi Sosial
Setiap hari kita pasti bergaul atau berhubungan dengan teman, orang tua, saudara, maupun orang-orang yang ada di sekitar kita. Aktivitas bergaul dengan orang lain itu kita sebut dengan interaksi sosial.
1. Pengertian Interaksi Sosial
Kodrat manusia sebagai makhluk sosial adalah keinginannya untuk selalu hidup bersama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau masyarakat. Tidak seorang pun di dunia ini yang mampu hidup sendiri tanpa melakukan hubungan atau kerja sama dengan orang lain. Karena pada kodratnya manusia memiliki keterbatasan dan sejak lahir sudah dibekali dengan naluri untuk berhubungan dengan orang lain. Misalnya, seorang balita memerlukan perawatan dan bantuan ibunya karena ia belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Selanjutnya, ia memerlukan pemeliharaan kesehatan, pendidikan, dan pergaulan.
Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan adalah cabang sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Masalah-masalah itu muncul sebagai akibat perubahan zaman, seperti perubahan masyarakat dari pertanian menuju ke masyarakat industri. Perubahan itu menuntut dibuatnya berbagai sarana pendidikan, seperti gedung sekolah, buku-buku pelajaran, dan fasilitas lainnya. Hal itu mengingat pentingnya pendidikan dalam dunia industri.